Rabu, 04 Januari 2012

Mencapai ikhlas dengan teknologi

Hati yang ikhlas tak hanya menjauhkan kita dari stress dan penyakit. Tapi juga membuat hidup dipenuhi kedamaian, rasa syukur dan berkah yang tak ada habisnya. Menariknya, mencapai ikhlas kini ada teknologinya.

 IKHLAS bukanlah kata yang asing bagi kita. Karena ajaran agama juga mengajak kita untuk selalu ikhlas, baik dalam beribadahmaupun dalam hidup, tapi berapa banyak rang yang bisa menghayati makna ikhlas sampai ke dalam lubuk hatinya? Padahal sebenarnya, ikhlas adalah bagian terpenting dari pencapaian manusia. Di dalamnya terkandung makna kesabaran, kepasrahan, dan penerimaan yang memungkinkan manusia semakin dekat dengan Tuhan. 
Ikhlas terletak pada niat di dalam hati, mendengar dengan hati, dan tentunya mengikuti kata hati. Kedengarannya memang mudah saja, karena sejak kecil kita sudah sering mendengrnya dari lagu, nasihat orang tua, atau kata- kata para bijak. Hanya saja, kita tidak pernah tahu bagaimana cara mencapainya.



Perasaan adalah energi
                Lebih jauh, Nunu juga menjelaskan bahwa pada dasarnya perasaaan adalah energi yang bergerak. Sifat energi adalah kekal, karena itu tidak bisa dimusnahkan, tapi dapat diubah menjadi bentuk energi yang lain. Atas dasar itu, kita bisa mengenali, menyadari dan mengelola perasaan – perasaan kita. Dan satu hal penting yang perlu kita sadari adalah bahwa perasaan juga merupakan kunci untuk memahami diri kita dan menemukan diri yang sejati.
                Dari berbagai macam perasaan, ada 9 yang perlu kita kenali, yaitu damai (peace), menerima (acceptance), berani (courage), sombong (pride), amarah (anger), nafsu (lust), takut (fear), sedih (grief) dan putus asa (apathy). Diantara ke-9 jenis perasaan itu, rasa damai memiliki energi terbesar. Kebalikannya adalah rasa putus asa yang level energinya paling rendah.
                Jika perasaan damai, menerima dan berani bersifat tak terbatas dan membebaskan, maka ke-6 perasaan lainnya justru membatasi, sehingga sering disebut perasaan negative, keinginan yang negative, dan kegagalan, adalah nafsu. Yang pertama adalah nafsu untuk mengontrol, mengatur, atau mengendalikan. Kedua adalah nafsu untuk untuk dicintai, diterima, atau disetujui. Sedangkan yang ketiga adalah nafsu untuk bertahan hidup (tidak mau mati). Sebagaimana perasaan – perasaan negative, nafsu juga bersifat membatasi.

Menyelami perasaan hingga ke akarnya
                Menurut Nunu, sebaiknya kita melakukan segala sesuatu hanya dengan perasaan damai, menerima, dan berani. Karena itu akan membuat kita lebih bahagia dan efektif dalam kehidupan maupun karier. Tapi apa yang bias dilakukan ketika kita terjebak oleh perasaan negative?
                Biasanya yang dilakukan orang adalah mengabaikannya, dengan cara melakukan hal – hal lain yang dianggap lebih menyenangkan. Sayangnya, perasaan yang diabaikan ini hanya akan bersembunyi di alam bawah sadar dan suatu saat akan muncul kembali ke permukaan. Perasaan itu tidak akan lenyap sebelum dibebaskan.
                Begitu juga kalau perasaan negative tadi kita ungkapkan atau ekspresikan langsung. Biasanya justru akan mendatangkan masalah yang baru, contohnya jika kita menonjok orang yang membuat kita kesal, hasilnya hanyalah orang itu akan membalas menonjok kita. Atau kalau tidak berani membalas, mungkin dia akan marah – marah. Jadi yang terbaik adalah dengan mengikhlaskan atau membebaskan perasaan itu.
                Sedangkan cara mengikhlaskan perasaan, Nunu memberikan tiga pilihan, yaitu dengan cara langsung (direct releasing), dengan membiarkan atau menerimanya (welcoming/allowing), atau dengan menyelami perasaan itu (diving in). untuk membebaskan perasaan, kita perlu lebih dulu menerima perasaan tersebut sepenuhnya. Dengan begitu, energi itu akan lenyap dan menyatu dengan diri kita. Rasa tak nyaman yang menyertainya pun akan lenyap.
                Mengenai tekniknya, Nunu menyebutnya sebagai meditasi rasa. Meditasi ini bisa kita lakukan setiap saat dan bermanfaat untuk membebaskan kita dari energi – energi negative yang membuat kita merasa tidak nyaman dan berpotensi menimbulkan penyakit. Sehingga akhirnya dalam hati akan muncul perasaan bebas, ringan, dan benar – benar plong. Kita pun jadi mampu berpikir lebih jernih dan melihat tujuan hidup dengan lebih jelas.

Damai dan bahagia karena ikhlas
                Satu hal yang pasti, keikhlasan akan mendekatkan manusia kepada ebahagiaan. Karena kebahagiaan sejati, yang merupakan salah satu getaran tertinggi alam semesta, hanya bisa ditemukan di dalam hati yang ikhlas. Begitu pula dengan kedamaian dan kesuksesan yang sejati. Jadi, sia – sia jika kita masih berusaha mecarinya di luar diri dengan memuaskan segala keinginan dan menutupi ketidakcukupan yang tidak berujung.
                Semua itu bisa dibuktikan dengan pengalaman alumni Katahati yang telah mempraktikkan ikhlas dalam kehidupannya sehari – hari. Pada umumnya mereka semua memperlihatkan perubahan yang positif dalam kehidupannya. Simak saja pengalaman Rony Badri, seorang aktivis LSM yang tadinya perokok berat, setelah ikhlas ia menjadi mampu berhenti merokok dengan sendirinya. Juga ferdi, pria muda yang sudah sedemikian lama tidak mampu memaafkan ayahnya karena masalah berat diantara mereka, setelah ikhlas menjadi begitu mudah memaafkan.
                Tak terhitung jumlah mereka yang mendapatkan kemudahan dalam hidup maupun kesuksesan dalam berusaha. Atau terbebas dari masalah keluarga yang telah berlangsung lama begitu juga peningkatan dalam hal kesehatan,karena secara otomatis muncul pula kesadaran untuk mempraktikkan pola hidup dan pola makan yang sehat.
                Yudhi Sujana, seorang instruktur di Katahati juga menuturkan pengalamannya ketika membantu seorang ibu menurunkan berat badannya. Ibu tersebut telah lama berusaha menurunkan berat badannya dengan berbagai cara tapi tak satupun yang bisa berhasil membuatnya langsing. Kalaupun berhasil biasanya tidak bisa bertahan lama. Tapi dengan ikhlas, kini tubuhnya justru bisa menjadi langsing dan hal itu bersifat permanent.
                Nampaknya ikhlas memang tidak cukup hanya kita baca dan kita mengerti saja. Yang lebih penting adalah bagaimana kita mempraktikkanya dalam kehidupan sehari – hari, setujukah anda?

Puasa, latihan mencapai ikhlas

BULAN RAMADHAN, yang disebut sebagai bulan suci bagi umat islam, adalah kesempatan kita untuk berlatih ikhlas, dalam Tanya jawab berikut ini anda bisa menyimak lebih mendalam penjelasan Pamugari Widyastuti, Psikolog sekaligus Kepala Bagian Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, mengenai ikhlas.

                T: apa makna ikhlas dalam konteks psikologi dan spiritual ?
                J: dalam psikologi timur, sufi, ikhlas adalah salah satu jenjang untuk mencapai pencerahan sekaligus mendapat kepribadian yang utuh.
                T: mengapa mengikhlaskan sesuatu membuat perasaan kita menjadi ringan?
                J: menurut fisika quantum, semua benda yang kelihatannya seperti padat itu sebenarnya tidak padat, yang kelihatannya ada batasan itu sebenarnya tidak ada batasan. Karena kalau kita lihat dengan menggunakan mikroskop berkekuatan laser, semua benda akan kelihatan bergerak, baik benda hidup maupun benda mati. Benda yang keras, gerakannya lebih lambat dibandingkan dengan gerakan benda yang lembut. Misalnya meja, gerakan partikelnya sangat lambat, berbeda dengan udara yang gerakan partikelnya sangat cepat.
                Begitu juga dengan perasaan manusia. Ketika mendengar cerita orang yang sedih, kita akan merasakan lelah karena sedih itu berat. Tapi bertemu dengan orang yang penuh kasih dan mencerahkan, tentunya sangat ringan. Rasa senang atau rasa cinta menimbulkan perasaan ringan; sedangkan dengki, benci, dendam dirasakan seperti beban yang berat, bahkan dendam juga bisa menimbulkan penyakit. Pembicaraan yang positif akan membuat perasaan yang lebih ringan dan mencerahkan.
                Ikhlas itu rasanya ringan/enteng. Karena itu berbicara tentang keikhlasan, penekanannya memang pada suatu sikap yang ringan, sama halnya dengan cinta dan keimanan. Keikhlasan juga akan memunculkan sifat – sifat yang ringan seperti cinta tanpa pamrih (unconditional love).

                T: adakah hubungan antara ikhlas dan keberhasilan?
                J: keikhlasan erat hubungannya dengan keimanan, terutama keimanan pada diri sendiri. Orang yang kurang beriman memang tidak mudah untuk ikhlas. Lawan dari keimanan adalah keraguan. Selama kita ragu terhadap diri sendiri dan terhadap seluruh penciptaan ini, maka keimanan kita akan lemah.
                Hal ini sifatnya psikologis sekali, bahwa seseorang mempercayai dirinya disebabkan adanya pembinaan konsep diri atau harga diri (self esteem). Mereka yang harga dirinya mantap pasti akan bisa mewujudkan rencana – rencana  yang sudah dicanangkan dalam hidupnya. Orang yang memiliki self esteem rendah biasanya gagal di mana – mana.
                Maka dalam pendidikan dan pengasuhan anak, pembentukan self esteem sangat penting. Tetapi ironisnya berdasarkan penelitian dari literature – literature tentang kecerdasan emosi – seorang anak dalam satu hari biasa menerima rata – rata 467 kata – kata teguran dan hanya mendapatkan 50 kata – kata pujian mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi pada malam hari. Dan itu terjadi setiap hari. Jadi porsi kata – kata negatifnya jauh melebihi kata – kata positif . lalu bagaimana anak bisa membentuk harga diri yang positif?
                Telah diteliti juga bahwa anak yang harga dirinya optimal akan membentuk prestasi yang cukup baik. Sehingga akhirnya akan lebih memperkuat harga dirinya. Begitu juga sebalikya. Anak yang harga dirinya rendah, prestasinya juga kurang baik. Hal itu memang ada hubungannya dengan keimanan dan keikhlasan.
                Dalam bahasa inggris dikenal kalimat faith in to your self atau yakinlah pada dirimu sendiri. Jadi, iman dan keyakinan itu sebenarnya satu kata. Tetapi di lingkungan kita, kata keimanan biasanya diucapkan dalam konteks agama, misalnya beriman kepada Tuhan. Padahal kita juga perlu beriman atau yakin pada diri sendiri. Lagipula, bukankah manusia itu diciptakan sebagai khalifah atau wakil Tuhan di bumi?
                Sebuah Contoh, kita ingin menanam pohon. Baru menebar benih saja pikiran kita sudah macam – macam. Nanti tumbuh apa nggak, ya, pohon-nya? Tanahnya cocok apa nggak, ya? Berulang kali benih diintip, tempat menebarkan benih dibuka dan ditutup berkali – kali, menandakan keraguan kita. Akhirnya karena dibuka – buka terus, benihnya justru mati.
                Padahal, ikhlas berarti berserah diri kepada hukum alam, pada alam semesta, pada Allah SWT. Maka kita akan membiarkan proses yang alami berkembang. Dan memang dalam setiap biji sudah ada bagian – bagian pohon secara lengkap. Jadi begitu hebatnya penciptaan ini (bagi yang mau menyakini).
                Dalam Al Qur’an beberapa kali dikatakan “…….bagi mereka yang mau berpikir….”. Artinya, kita disuruh selalu berpikir dan berpikir pun dengan mata hati; bukan dengan mata kepala tetapi dengan intuisi, dengan suara hati (conscious), dengan tuntunan moral tinggi. Dengan demikian kita bisa mencapai pemahaman yang tiggi karena sebenarnya tidak ada batasan antara manusia dengan dimensi yang lebih tinggi. Yang membatasi, ya keraguan manusia itu sendiri. yang menutupi, ya kedengkian manusia itu sendiri.

                T: apa yang harus kita lakukan supaya bisa ikhlas?
                J: agar bisa ikhlas harus percaya diri dulu. Dan itu erat hubungannya dengan pendidikan. Hal – hal yang menghambat seseorang memiiki harga diri, yaitu dicela, dibanding – bandingkan, atau diragukan kemampuannya dengan kata – kata seperti, “Ah, mana mungkin kamu bisa?” harga diri itu rapuh sekali. Jadi, bagaimana seorang anak bisa merasa bahwa dirinya adalah sesuatu yang berharga kalau sejak kecil dicekoki kalimat – kalimat negative?
                Tak diragukan, jarang sekali muncul anak jenius atau anak baik dari lingkungan yang negative kecuali memang sudah kehendak Tuhan; yaitu adanya sifat bawaan yang sudah tertanam dalam DNA-nya. Di sisi lain, ada kekuatan doa yang diyakini sering menjadi penyebab keajaiban dalam hidup, yaitu doa seorang ibu, doa orang yang soleh, atau doa yang penuh keyakinan dan keikhlasan.
                Kita juga perlu ingat bahwa setiap afirmasi adalah doa. Jadi setiap pernyataan kita yang negative pun merupakan suatu doa. Umumnya orang selalu mengaitkan doa dengan ritus. Oleh karena itu umumnya orang lalu berpikir bahwa hidupnya tidak dituntun oleh oleh doa sehari – hari.
                Dalam Al Qur’an dikatakan “….tegakkanlah sholat….”. tegakkan artinya berpikir untuk menyampaikan pikiran. Bukan hanya ketika menjalankan syariat dalam sholat yang terdiri dari ruku’ dan sujud saja yang perlu dilakukan dengan kesadaran penuh, tetapi juga ketika menyampaikan kepada Allah segala sesuatu yang kita pikirkan dan kata - kata setiap saat. Jadi hati – hatilah dengan pikiran – pikiran atau afirmasi – afirmasi yang ‘ditegakkan’ dalam benak kita, karena itu akan langsung ‘terdengar’ ke Atas. Mengapa disebut “….tegakkan sholat…”bukan tidurkan atau sujudkan sholat? Karena sholat itu seharusnya dilakukan setiap saat, pada waktu duduk, berbaring, berdiri; pendeknya dalam segala posisi, karena kita terus berpikir.
               
                T: langkah – langkah apa yang perlu kita lakukan untuk mencapai ikhlas?
                J: kita harus mengasah diri, mengenal diri; yang berarti mengasah EQ (Emotional Quotient) kita yang salah satu aspeknya mengenal diri dan kehidupan emosi. Lalu kalau sudah mengenal, kita diharapkan mampu menghayati perasaan orang lain, juga mampu menunda kepuasan. Hal itu ada hubungannya dengan puasa. Berpuasa adalah melatih diri dalam hal menunda kepuasan. Jadi, kita membentuk EQ yang berarti mempunyai kemampuan mengendalikan emosi; sesudah itu membentuk AQ (Adversity Quotient) yaitu mempunyai kemampuan mengubah kemalangan/penderitaan menjadi peluang untuk berkembang secara spiritual. Kemudian barulah muncul SQ (Spiritual Quotient) yaitu kemampuan yang bijak untuk melihat segala sesuatu (juga) dari sisi spiritual.
Banyak keajaiban yang terjadi, ketika manusia bisa ikhlas dalam hidupnya. Mendapatkan melebihi apa yang tidak diharapkan lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar