Selasa, 13 Maret 2012

4 Pola Pikir Orang Sukses



Orang sukses punya pola pikir yang berbeda dengan pola pikir kebanyakan orang yang tidak sukses.
ORANG sukses punya pola pikir yang berbeda dengan pola pikir kebanyakan orang yang tidak sukses. Apa saja?
 AJ Hendro Sugianto dalam buku ”Banyak Cara Menjadi Kaya” menyimpulkan empat pola pikir orang sukses, yaitu:

Sukses tidak ditentukan oleh nasib

Nasib seseorang sangat dipengaruhi oleh semua tindakan yang dilakukannya. Tentu saja tindakan-tindakan itu dimotori oleh pola pikirnya. Menjadi orang sukses dan kaya atau menjadi orang gagal dan miskin bukanlah karena nasib, melainkan karena pola pikir dan tindakannya yang berakibat pada keadaan sekarang. Untuk menjadi sukses dan kaya, orang harus berkemauan keras dan berusaha secara konsisten dari waktu ke waktu. Untuk mencapai sukses yang besar, Anda harus meniru cara berpikir  dan cara kerja orang sukses, yaitu mulai dengan sukses-sukses kecil setiap waktu dan dilandasi banyak kemampuan yang akan mempermudah jalan menunju sukses dan kaya.

Sukses adalah suatu kebiasaan

Orang sukses menjadi sukses sebagai suatu kebiasaan yang harus dijalani. Baginya, sukses bukanlah suatu destinasi (tujuan akhir), melainkan suatu proses perjalanan. Setiap keputusan dan tindakan jitu yang Anda lakukan sudah merupakan sukses. Dalam perjalanan hidup sehari-hari, Anda akan banyak mendapatkan sukses-sukses yang terkumpul menjadi sukses besar. Sukses besar tidak dihasilkan hanya dari satu keputusan dan satu tindakan saja, melainkan merupakan akumulasi dari setiap sukses yang Anda peroleh sehari-hari. Dengan demikian, sukses adalah suatu kebiasaaan positif di dalam hidup seseorang.

Kegagalan adalah bagian dari sukses

Orang sukses memandang kegagalan yang dialaminya sebagai bagian dari kesuksesan, sehingga tidak seharusnya membuatnya jera dan menghalangi peluang sukses di masa yang akan datang. Kegagalan hanyalah suatu kesuksesan yang tertunda. Justru dengan suatu kegagalan yang dialaminya ia akan bertambah pengalaman, aman, dan bertambah matang. Ia bertambah gigih dan berhasil. Sebaliknya, orang gagal akan memadang pengalaman gagalnya sebagai suatu trauma yang membuatbnya jera dan takut untuk memulai lagi.
 
Orang sukses selalu berorentasi kepada solusi

Dalam hidup, orang yang tidak akan pernah lepas dari masalah. Orang sukses meyakini bahwa di bakluik suatu nmasalah pasti ada peluang dan solusinya. Pola pikir seperti inilah yang membuatnya tahan uji dan tak mudah menyetah. Sebalinya, otang gagal akan mendang adanya masalah di setiap solusi yang dibuat. Akibatnya, ia cenderung pesimistis dalam menanggapi setiap peluang,. Ia lebih memilih status quo yang dirasa paling aman baginya. Orang gagal biasanya takut mencoba. Baginya lebih baik berdiam diri daripada mencoba dan gagal.

Menurut ajaran Lao-tzu, ada empat pedoman hidup yang apabila dijalankan, maka dunia akan penuh dengan kedamaian.

Pedoman pertama: Penghormatan

Menurut Lao-tzu, seseorang harus bisa menghormati orang lain dalam segala aspek.
Baik kepercayaan, perbedaan ras, perbedaan status sosial, dan lain sebagainya.
itu, ia juga harus bisa menghormati dan menghargai diri sendiri.
Banyak orang yang dapat menghargai orang lain, namun tak bisa menghargai diri sendiri.
Alhasil, hidupnya tak pernah puas dan tak bahagia.

Pedoman kedua: Rendah hati
Menjadi sosok yang rendah hati ternyata tidak mudah.
Dibutuhkan niat dan kedisiplinan yang tinggi untuk selalu rendah hati.

Kerendahan hati ini menurut Lao-tzu mencakup kejujuran, kesederhanaan, kepercayaan yang membantu seseorang agar tetap berhubungan baik dengan manusia lainnya.


Pedoman ketiga: Lemah lembut
Lao-tzu juga mengajarkan untuk menjadi manusia yang lemah lembut, baik tutur kata maupun perbuatan, agar orang lain dapat merasakan perhatian dan cinta kasih.
Dengan demikian, satu sama lain dapat mengasihi dan menyayangi.

Dengan bersikap dan bertutur kata lemah lembut, tidak akan ada kesalahpahaman dan tersinggung.
Pedoman keempat: Dukungan
Selain cinta kasih, masing-masing manusia membutuhkan dukungan satu sama lain.
Dengan adanya dukungan, seseorang dapat lebih bersemangat dalam menghadapi hidup, tidak pesimis dan mudah putus asa, dan tidak merasa kesepian.

Keempat pedoman tersebut adalah peta sederhana yang apabila dijalani maka akan membawa kebahagiaan pada seluruh makhluk hidup, ini menurut saya, bagaimana pendapat para sahabat?
5 Hukum Kesuksesan
itu dan sedikit penafsiran saya terkait dengan bisnis saya dan Komunitas TDA.
*1. Hukum Nilai*. Nilai anda sebenarnya ditentukan oleh berapa banyak yang anda berikan dalam bentuk nilai lebih daripada pembayaran yang anda peroleh.
Kaitannya dengan sukses TDA, saya teringat dengan pesan Pak Erie Sudewo (penasehat TDA). Beliau mengatakan bahwa produk TDA adalah nilai (value). Itu betul. Sejak awal TDA didirikan, produknya adalah nilai yang selalu diberikan kepada member tanpa henti dan penuh dengan komitmen tinggi dari para aktivisnya.
Lantas, apa pembayaran yang saya dan teman-teman aktivis TDA terima? Secara materi saya katakan, tidak ada. Tapi secara immateri, saya berani mengatakan sangat besar sekali. “Bayarannya” telah dinikmati oleh saya dan teman-teman aktivis TDA dalam bentuk “lain” yang tidak dapat dinilai dengan uang.
Selalulah berfokus kepada nilai tambah, nilai tambah dan nilai tambah. Insya Allah, the money will follow.
*2. Hukum Kompensasi.* Pendapatan anda ditentukan oleh seberapa banyak orang yang anda layani dan sebagus apa anda melayani mereka.
Setuju 100% saya dengan pendapat ini. Bill Gates, mungkin telah melayani puluhan juta orang pengguna produknya. Tak heran dia begitu kayanya.
Berapa orang yang anda layani melalui bisnis anda saat ini? Seratus? Seribu? Sepuluh ribu? Seratus ribu? Sejuta? Nah, setelah ketemu jumlahnya, silakan kalikan sendiri.
Semakin besar jumlahnya, tentu semakin besar juga hasil yang ada peroleh. Faktor kali, adalah istilah yang sering dikatakan oleh Pak Tung DW. Kurang lebih maksudnya adalah seperti ini.
*3. Hukum Pengaruh*. Pengaruh anda ditentukan oleh berapa besar anda mendahulukan kepentingan orang lain.
Inilah yang terberat. Di sinilah peran leadership seseorang diuji. Mampukah ia meleburkan dirinya untuk kepentingan orang lain. Mampukah ia menjadi “pengungkit bagi kesuksesan” orang lain, menurut istilah Pak Jamil Azzaini saat memberikan training Kubik Leadership di TDA beberapa waktu lalu.
Saya meyakini hal ini karena telah berulang kali membuktikannya di TDA. TDA dibangun dengan semangat ini. TDA telah dan akan terus menjadi “pengungkit” sukses bagi para membernya.
Lantas, bagaimana dengan sukses saya sendiri? Otomatis. Otomatis saya pun akan sukses dengan sendirinya, karena terjadi fenomena “saling mengungkit” di TDA. Tanpa saya sadari, tanpa saya minta pun selalu ada saja pihak-pihak yang kemudian menjadi pengungkit kesuksesan saya dari arah yang tak disangka-sangka.
Semua itu harus diawali dari mindset “the power of abundance”. Cara berpikir keberlimpahan, lawan dari cara berpikir scarcity (kelangkaan). Saya percaya segala sesuatunya berlimpah di dunia ini. Tidak akan habis meski pun diperebutkan oleh miliaran mahluk Allah. Semuanya sudah disediakan cukup untuk saya. So, mengapa harus khawatir?
Hukum ini sekaligus mementahkan prinsip mereka yang menanggap bahwa pengaruh itu bisa dibeli, bisa dimanipulasi. Segala macam teori bagaimana mempengaruhi orang lain akan mentah kembali jika ia tidak mendahulukan kepentingan orang lain. Lihatlah Nabi Muhammad, lihatlah Gandhi, lihatlah Mother Theresa, lihatlah Mandela. Mereka semua telah mencontohkan kehidupan yang mementingkan orang lain.
*4. Hukum Autensitas*. Hadiah paling berharga yang harus anda tawarkan adalah diri anda sendiri.
Saya teringat kata-kata bijak dari Ali bin Abi Thalib; kehadiran adalah hadiah terbesar. Hadiah terbesar bukanlah materi minus kehadiran. Hadiah terbesar bagi orang lain adalah diri kita sendiri, bukan diwakilkan.
Makanya, saya kurang setuju dengan pendapat kualitas pertemuan lebih penting ketimbang kuantitas pertemuan, ketika mereka menghadapi masalah kurangnya waktu pertemuan dengan keluarganya. Bagi saya, kuantitas akan menentukan kualitas. Sentuhan personal lebih mengena ketimbang sentuhan massal. Makanya isu marketing terkini adalah soal bagaimana konsumen bisa dilayani secara pribadi oleh perusahaan sebagai “manusia”, bukan sekadar konsumen secara statistik. Saya sendiri perlu banyak belajar mengenai hal ini.
*5. Hukum Kemampuan untuk Menerima*. Kunci untuk memberi dengan efektif adalah secara terbuka untuk menerima.
Mungkin gerakan kembali ke hati dengan berikhlas yang dicanangkan oleh Pak Erbe Sentanu mewakili pernyataan ini. Kita harus bersedia menerima apa pun “bayaran” yang kita terima. Diberi besar alhamdulillah, diberi kecil pun alhamdulillah.
Belakangan ini saya sering diundang untuk mengisi seminar di berbagai tempat. Kompensasi yang saya terima mulai dari ucapan terima kasih dan plakat (baca: tanpa dibayar), uang ratusan ribu sampai jutaan sekali bicara.
Kalau saya berpatokan kepada kompensasi yang saya dapatkan, tentu saya akan menyeleksi setiap permintaan seminar berdasarkan ini. Tapi itu tidak saya lakukan. Ini adalah bagian dari kontribusi saya kepada masyarakat. Ini saya maknai sebagai bentuk “give back”, ucapan terima kasih dan rasa syukur saya atas semua yang telah saya peroleh. Saya akhirnya hanya fokus kepada “nilai” dari presentasi yang saya berikan. Saya selalu concern dengan “nilai” optimal yang bisa saya berikan kepada audiens.
Pun demikian dengan berbisnis. Ketika target pertumbuhan tidak tercapai. Ketika masalah yang dihadapi lebih besar ketimbang hasil, ya harus diterima dengan ikhlas dan lapang dada. Tidak perlu menyalahkan karena dari sikap itu tidak akan lahir pembelajaran.
Bisnis dan kehidupan ibarat menjalani roller coaster yang turun naik silih berganti. So, buat apa kecewa atau mengutuki hasil yang tidak sesuai harapan? Itu adalah the nature of life. Berjalan saja terus dan teruslah mendaki.
Buku ini mengangkat tema yang sebenarnya sudah sering kita dengar. The power of giving, atau kekuatan sedekah seperti yang selalu didengungkan oleh Ustad Yusuf Mansur. Tapi buku ini menggali lebih dalam topik ini sehingga menjadi lebih kaya, dalam dan kontektual.
Sebuah buku yang sangat inspiratif yang layak masuk dalam daftar buku referensi sekaligus buku terbaik saya di tahun 2009 ini.
Tulisan ini saya tutup dengan kata-kata Guru Harfan dalam film Laskar Pelangi, “Hiduplah dengan memberi sebanyak-banyaknya, bukan dengan menerima sebanyak-banyaknya.”

Wassalam,
Badroni Yuzirman,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar